Foto Zaki Prokutim
BENGALON – Dalam balutan syukur dan haru, Rabu (25/6/2025), Kecamatan Bengalon di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) mencatat sejarah penting dalam lembar pelayanan publik. Sebuah rumah sakit permanen kini berdiri tegak di Desa Sepaso. Rumah Sakit Santa Elisabeth, hasil kolaborasi antara Yayasan Santa Elisabeth Medan dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutim, resmi dibuka oleh Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman. Bukan sekadar bangunan medis, rumah sakit ini dipandang sebagai simbol kemanusiaan dan kasih sayang, terutama bagi masyarakat pedalaman yang selama ini hidup jauh dari jangkauan layanan kesehatan memadai.


Peresmian ini dihadiri berbagai unsur penting. Mukai jajaran pemerintah daerah, tokoh masyarakat, hingga pihak yayasan dan masyarakat. Namun yang paling menonjol adalah ekspresi warga, yang menyambut kehadiran fasilitas ini dengan antusias dan rasa syukur.
“Kehadiran rumah sakit ini merupakan bentuk nyata dari kepedulian terhadap masyarakat di wilayah terpencil. Ini langkah besar dalam memperluas jangkauan layanan kesehatan di Kutim,” ujar Bupati Ardiansyah dalam sambutannya.
Ia menegaskan bahwa RS Santa Elisabeth bukan sekadar fasilitas medis, melainkan mitra strategis dalam membangun kesadaran kesehatan masyarakat. Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara rumah sakit swasta dan fasilitas pemerintah demi sistem layanan kesehatan yang tangguh.

Tak kalah penting, Bupati memastikan bahwa aspek pembiayaan tak lagi menjadi penghalang masyarakat dalam mengakses layanan. Pemerintah Kabupaten Kutim telah mengalokasikan Rp80 hingga Rp100 miliar per tahun dari APBD untuk jaminan layanan kesehatan, bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
“Tidak ada alasan lagi takut berobat karena biaya. Negara hadir melalui anggaran daerah,” tegasnya.
Selain itu, Ardiansyah menyampaikan pentingnya gerakan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga, sejalan dengan pesan dari Ketua TP PKK Kutim, Hj Siti Robiah, yang aktif dalam kampanye pemberantasan tuberkulosis (TBC). Salah satu seruannya sederhana namun bermakna.
“Jangan merokok di dalam rumah. Perlindungan terhadap keluarga harus dimulai dari kesadaran individu,” kata Siti Robiah, dikutip Bupati.
Di balik rumah sakit ini berdiri sosok inspiratif, Suster Floresta Sitepu, Direktur RS Santa Elisabeth. Ia berasal dari Kabupaten Karo, Sumatera Utara, dan telah 28 tahun mengabdikan diri dalam pelayanan pastoral medis. Dalam sambutannya, Suster Floresta berbicara dengan mata berbinar dan suara bergetar.



“Kami memulai karya ini bukan karena kaya finansial, tapi karena iman dan semangat untuk berbagi kasih. Misi kami sederhana, menghadirkan cinta dan penyembuhan bagi siapa pun, tanpa memandang latar belakang,” sebutnya.
Ia menjelaskan bahwa rumah sakit ini dirancang sebagai ruang penuh kasih dan kehangatan, bukan semata tempat pengobatan. Dengan tenaga medis kompeten, termasuk dokter spesialis, RS Santa Elisabeth berkomitmen memberikan pelayanan holistik yang mengutamakan keselamatan dan kenyamanan pasien.
“Yang sakit tidak hanya butuh obat, tapi juga kata yang menenangkan dan sentuhan manusiawi. Di sini, pasien bukan sekadar antrean, mereka adalah saudara kita yang sedang mencari harapan,” tambahnya.
Suasana emosional semakin terasa ketika Uskup Keuskupan Agung Samarinda, Mgr Yustinus Harjosusanto, menyampaikan pesan kebersamaan. Di hadapan para hadirin, ia menegaskan bahwa RS Santa Elisabeth bukan tamu yang datang dan pergi, tetapi bagian dari keluarga besar masyarakat Bengalon.


“Jangan ragu untuk datang. Rumah sakit ini adalah oase kasih, tempat di mana yang sakit menemukan penghiburan, yang lemah menemukan kekuatan, dan yang terabaikan menemukan harapan baru,” ucap Uskup Yustinus.
Rumah sakit ini, imbuhnya, tidak hanya melayani fisik yang lemah, tapi juga menguatkan semangat yang nyaris padam.
Manajemen RS Santa Elisabeth menyampaikan bahwa rumah sakit ini tidak hanya fokus pada pengobatan, tetapi juga edukasi, promosi kesehatan, dan pencegahan. Ke depan, mereka akan menjalin kerja sama aktif dengan puskesmas, rumah sakit pemerintah, dan jaringan kesehatan lainnya. Tujuannya jelas, membangun sistem layanan yang menyeluruh, berkelanjutan, dan inklusif.

Pembukaan RS Santa Elisabeth tak hanya menambah jumlah fasilitas kesehatan di Kutim. Ia hadir dengan misi dan wajah baru. Sebuah rumah sakit yang bukan hanya tempat berobat, tetapi juga rumah bagi harapan, kasih, dan pemulihan manusia seutuhnya. Dalam konteks pembangunan daerah, peristiwa ini merupakan langkah penting menuju keadilan layanan dasar. Karena di Bengalon hari ini, masyarakat belajar bahwa hak atas kesehatan adalah milik semua orang, tanpa kecuali. (kopi4/kopi3)