Beranda Kutai Timur Tantangan di Balik BLUD, Kutim Berkomitmen, Tapi Masih Hadapi Tantangan Pengelolaan dan...

Tantangan di Balik BLUD, Kutim Berkomitmen, Tapi Masih Hadapi Tantangan Pengelolaan dan SDM

96 views
0

Jalannya Kegiatan Bimbingan Teknis Penyusunan dan Pelaporan Kinerja BLUD. Foto: Alvian/ Pro Kutim

BALIKPAPAN – Upaya Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) menjadikan seluruh fasilitas kesehatannya berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) patut dicatat sebagai terobosan penting di sektor layanan publik. Namun di balik pencapaian itu, masih tersembunyi tantangan besar dalam implementasi yang tak bisa diabaikan begitu saja. Lemahnya kapasitas manajerial, kendala teknis, dan belum optimalnya pemanfaatan fleksibilitas keuangan yang dimungkinkan oleh pola BLUD.

Hal tersebut terungkap dalam kegiatan Bimbingan Teknis Penyusunan dan Pelaporan Kinerja BLUD yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kutim di Hotel Grand Jatra, Balikpapan, Kamis (24/7/2025). Agenda ini diikuti oleh 21 Puskesmas dan RSUD Sangkulirang yang telah berstatus BLUD dan menjadi bagian dari penguatan tata kelola serta pelaporan berbasis kinerja.

Sekretaris Kabupaten Kutim Rizali Hadi, yang hadir membuka kegiatan tersebut mewakili Bupati menekankan pentingnya keberadaan BLUD sebagai instrumen efisiensi pelayanan. Khususnya dalam situasi keterbatasan fiskal yang tengah dihadapi pemerintah daerah.

“Fokus kami tetap pada layanan kesehatan, penurunan angka stunting, infrastruktur dasar seperti jalan dan air bersih, dan perluasan akses listrik. Ini adalah kebutuhan mendasar masyarakat yang tidak bisa ditunda,” tegas Rizali saat menyampaikan sambutan.

Ia juga memperhatikan kondisi geografis Kutim yang luas dan tersebar, yang secara langsung berdampak pada kesenjangan akses layanan kesehatan. Dalam konteks ini, Rizali berharap BLUD bisa berfungsi lebih dari sekadar status administratif, tapi menjadi ujung tombak inovasi pelayanan yang menjangkau hingga pelosok wilayah.

Kepala Dinkes Kutim dr Bahrani, mengungkapkan bahwa keberhasilan Kutim sebagai daerah pertama di Kalimantan Timur (Kaltim) yang meng-BLUD-kan seluruh fasilitas kesehatannya merupakan capaian strategis. Namun, menurutnya, hal tersebut justru menandai awal dari tantangan baru.

“BLUD harus mampu menggali berbagai potensi sumber pendapatan lain yang tidak bertentangan dengan aturan, serta dapat berkontribusi nyata terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ini adalah bentuk tanggung jawab kita kepada masyarakat dan daerah,” ujar Bahrani.

Ia menegaskan bahwa status BLUD seharusnya mampu mendorong efisiensi pelayanan, bukan menjadi beban tambahan. Oleh sebab itu, penguatan kapasitas manajerial dan pemahaman teknis harus terus dilakukan agar fleksibilitas keuangan yang ditawarkan BLUD dapat dioptimalkan.

Kementerian Dalam Negeri RI yang diwakili oleh Kepala Subdirektorat BLUD R Wisnu Saputro, turut mengatakan bahwa tantangan utama implementasi BLUD di daerah bukan pada kebijakan, tetapi pada pelaksanaannya. Menurutnya, belum semua fasilitas kesehatan memahami substansi dan peluang dari pola BLUD.

“Banyak yang masih melihat BLUD sebagai beban administratif, padahal sebenarnya ini alat untuk meningkatkan mutu layanan. Sayangnya, belum semua faskes memanfaatkan fleksibilitas BLUD untuk inovasi pelayanan karena minimnya pemahaman dan penguatan internal,” ungkap Wisnu.

Bimbingan teknis ini juga merupakan respons atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2024, yang menyoroti masih lemahnya pelaporan kinerja BLUD di beberapa daerah, termasuk Kutim. Oleh karena itu, kegiatan ini secara khusus mengacu pada Permendagri Nomor 79 Tahun 2018, terutama Pasal 18, 99, dan 100 yang menekankan pentingnya pelaporan berbasis kinerja dan tata kelola yang sehat.

Plt Sekretaris Dinkes Kutim Siti Fatimah, tidak menampik bahwa tantangan di lapangan masih sangat kompleks. Ia menyebut bahwa belum semua fasilitas kesehatan mampu mengoptimalkan fleksibilitas keuangan BLUD secara maksimal.

“Tantangannya beragam, mulai dari pemahaman regulasi yang belum merata, keterbatasan SDM yang memahami laporan keuangan BLUD, sampai dengan kebiasaan kerja yang belum sepenuhnya berorientasi pada kinerja,” jelas Fatimah.

Untuk menjawab permasalahan tersebut, peserta bimtek dibekali materi tentang penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU), pengukuran outcome layanan, serta pelaporan yang sesuai dengan standar akuntabilitas. Materi disusun bersama tim ahli dari Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelatihan (LPPSP) Universitas Indonesia, yang telah berpengalaman dalam pendampingan BLUD di berbagai daerah.

Upaya Kutim menggerakkan semua fasilitas kesehatannya menuju tata kelola yang lebih otonom dan profesional melalui BLUD patut diapresiasi. Namun, seperti yang ditekankan oleh para narasumber, transformasi ini baru akan terasa manfaatnya apabila didukung oleh sistem pelaporan yang akuntabel, SDM yang kompeten, dan pemahaman menyeluruh terhadap filosofi dasar BLUD itu sendiri. Yaitu efisiensi, transparansi, dan peningkatan mutu layanan.

Dengan kata lain, pola BLUD bukanlah solusi instan. Ia menuntut kesiapan struktural dan kultural dalam sistem pelayanan publik. Tanpa itu, status BLUD bisa saja berhenti hanya sebagai simbol kebijakan yang tak menyentuh realitas pelayanan di lapangan. Dan di sinilah titik kritisnya. (kopi4/kopi3)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini