Foto: Bella/ Pro Kutim
JAKARTA- Bupati Kutai Timur (Kutim) Ardiansyah Sulaiman kukuh tolak klaim Kota Bontang dalam forum mediasi bersama Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Ketegangan administratif antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim) kembali mencuat ke permukaan dalam forum mediasi yang digelar di Gedung Badan Penghubung Provinsi Kaltim, Jakarta, Kamis (31/7/2025). Mediasi ini difasilitasi langsung oleh Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud, dengan menghadirkan perwakilan dari Kemendagri termasuk Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Safrizal, Sesprov Kaltim Sri Wahyuni, serta Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud.
Fokus utama mediasi adalah sengketa status administratif Dusun Sidrap, Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pansan. Wilayah yang selama lebih dari dua dekade menjadi titik friksi antara dua pemerintah daerah. Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman, datang langsung memimpin delegasinya. Turut mendampingi Bupati Kutim Asisten Pemkesra Seskab Kutim Poniso Suryo Renggono, Kabag Pemerintahan Setkab Kutim Trisno dan Kabag Hukum Setkab Kutim Januar Bayu Irawan. Camat Teluk Pandan serta Kepala Desa Martadinata, sebagai pejabat kewilayahan yang paling dekat dengan area sengketa. Dari pihak Kota Bontang, hadir Wali Kota Neni Moerniaeni dan Wakil Wali Kota Agus Haris serta Ketua DPRD Bontang Andy Faisal.

Usai mediasi, Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman menyatakan penolakan tegas terhadap permintaan perluasan wilayah oleh Pemerintah Kota Bontang. Ia menegaskan bahwa Kutim memiliki dasar hukum yang kuat dan tidak akan menyerahkan wilayah yang secara administratif telah diatur dalam regulasi resmi.
“Persoalan ini sudah berlangsung sejak tahun 2000 dan ditegaskan lagi melalui Permendagri Nomor 25 Tahun 2005. Kami akan tetap berpegang pada regulasi yang sah. Sidrap adalah bagian sah dari Kutai Timur, baik secara hukum maupun dalam praktik pemerintahan,” tegas Ardiansyah.

Ia menjelaskan, forum mediasi ini adalah bagian dari mandat Mahkamah Konstitusi yang sebelumnya telah mengeluarkan putusan sela agar Gubernur Kaltim memfasilitasi penyelesaian damai atas sengketa batas tersebut.
“Putusan sela Mahkamah Konstitusi jelas. Hari ini kita jalankan itu. Namun, sekali lagi kami menolak permohonan Bontang, meski wilayah yang disengketakan hanya sekitar 164 hektare. Di situ ada banyak aktivitas warga kami. Bahkan ada juga warga Bontang yang membuka usaha di sana, dan kami tak pernah melarang. Tapi secara administratif, itu tetap bagian dari Kutim,” ujarnya.

Ardiansyah juga menegaskan bahwa Sidrap bukan sekadar soal tapal batas, tetapi menyangkut jati diri, kepentingan ekonomi, dan masa depan pembangunan.
“Sidrap adalah bagian yang kami jaga, kami rawat, dan akan kami bangun. Sesuai semangat kami, ‘kan kujaga, kan kubela, dan akan kubangun’. Legal standing kami cukup jelas. Kami tak mau berpolemik di luar hukum,” katanya.

Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud menyampaikan bahwa tahapan berikutnya dari proses mediasi ini adalah verifikasi lapangan. Langkah tersebut penting untuk memastikan kejelasan data dan batas administrasi yang disengketakan sebelum disampaikan kembali ke Mahkamah Konstitusi.
Pemprov Kaltim menegaskan komitmen untuk menyelesaikan persoalan batas wilayah secara adil, transparan, dan berlandaskan hukum. Penyelesaian damai diyakini menjadi kunci menjaga stabilitas antarwilayah. Khususnya di kawasan perbatasan yang strategis dan berkembang pesat seperti Sidrap.
Dengan sikap tegas Kutim dan proses mediasi yang masih berlangsung, nasib Dusun Sidrap kini menanti keputusan hukum final. Namun bagi Kutim, garisnya sudah jelas, Sidrap bukan sekadar batas, melainkan bagian dari identitas yang tak bisa dikompromikan. (kopi12/kopi4/kopi3)