SANGATTA- Di tengah semarak Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) ke-45 Tingkat Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), satu cabang lomba yang tidak kalah penting dan kerap luput dari sorotan berhasil menyita perhatian publik. Karya Tulis Ilmiah Al-Qur’an (KTIQ). Bertempat di Pendopo Rumah Jabatan Bupati Kutim, Rabu (16/7/2025), babak penyisihan cabang ini tuntas dilaksanakan dengan hasil 12 peserta dinyatakan lolos ke semifinal dari total 16 peserta yang mewakili 10 kabupaten/kota se-Kaltim.

Kegiatan yang berlangsung sejak pukul 08.00 hingga 16.00 WITA itu berjalan dalam suasana tenang namun penuh konsentrasi. Para peserta diminta menyusun dua karya tulis yang kelak akan dipresentasikan kembali di babak final. Karya tersebut tidak hanya diuji dari sisi substansi keilmuan dan penafsiran terhadap Al-Qur’an, tetapi juga dari segi logika argumentasi, struktur penulisan, hingga kedalaman analisis.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Kaltim H Abdul Kholiq, hadir langsung meninjau jalannya lomba. Ia memberikan apresiasi atas kelancaran dan kesiapan panitia di bawah koordinasi LPTQ Kutim.
“Semuanya berjalan dengan baik, tidak ada kendala berarti. Ini telah sesuai dengan harapan Kementerian Agama maupun para Dewan Hakim,” ujar H Abdul Kholiq saat ditemui di lokasi lomba.

Ia menegaskan bahwa MTQ tidak semata-mata menjadi ajang syiar, tetapi juga ruang penguatan intelektual Islam yang bersandar pada nilai-nilai Qur’ani. Karena itu, cabang seperti KTIQ menjadi sangat strategis dalam membentuk generasi yang tidak hanya fasih membaca, tetapi juga cakap menganalisis dan menuangkan pemahaman agama dalam bentuk karya ilmiah.
“LPTQ Provinsi Kaltim bersama Kemenag dan tuan rumah Kutim menyiapkan seluruh elemen pendukung lomba secara maksimal. Mulai dari Pengawas Dewan Hakim, Dewan Hakim, Panitera, Tim Verifikasi hingga Tim IT. Semua bekerja secara profesional,” tambahnya.
Berdasarkan informasi dari panitia, lomba KTIQ diawasi oleh delapan dewan hakim, dua panitera, serta satu personel Tim IT. Sistem penilaian mengacu pada tiga aspek utama: kaidah dan gaya bahasa, bobot materi, serta logika dan organisasi pesan.
Menariknya, berbeda dari lomba cabang lain yang digelar secara maraton, lomba KTIQ diberi jeda antarsesi. Strategi ini dinilai penting agar peserta dapat menjaga stamina serta fokus menyempurnakan karya tulis dan presentasi mereka.

“Ini bentuk perhatian terhadap kualitas. Lomba tidak hanya soal kuantitas peserta, tapi juga proses yang memberi ruang untuk berpikir dan mendalami makna,” kata salah seorang anggota Dewan Hakim yang enggan disebut namanya.
Cabang lomba KTIQ memang tidak menawarkan sorotan kamera seperti cabang tilawah atau hafalan. Namun di dalam ruang sunyi dan barisan meja lomba itulah, lahir pemikiran-pemikiran Qur’ani yang tajam, reflektif, dan aktual. Para peserta tidak sekadar mengutip ayat, tetapi menggali hikmah, memaknai konteks, dan membangun narasi ilmiah yang berpijak pada nilai-nilai Islam.
Dari panggung intelektual ini pula, Kutim sebagai tuan rumah memperoleh pujian karena mampu menyediakan ruang yang kondusif bagi proses berpikir dan menulis para peserta.
Sebagai penutup, Abdul Kholiq menyampaikan harapannya bahwa MTQ ke-45 di Kutim dapat melahirkan generasi Qur’ani yang tidak hanya memiliki suara merdu dalam melantunkan ayat, tetapi juga tajam dalam menulis dan menganalisis.

“MTQ bukan hanya selebrasi keindahan bacaan, tapi juga peneguhan peran Al-Qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan dan petunjuk hidup,” tutupnya.
Dengan semangat kompetisi yang sehat dan manajemen penyelenggaraan yang rapi, Kutim kembali menunjukkan bahwa kabupaten di ujung timur Kalimantan ini tidak hanya siap menjadi tuan rumah, tetapi juga laboratorium pengembangan keilmuan Islam berbasis Al-Qur’an. (kopi14/kopi3)